Monday 8 December 2014

Replikasi DNA Adenovirus


Struktur genom dan replikasi Adenovirus secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut.
 

1. Genom Adenovirus
Struktur genom pada Adenovirus berbentuk linear, tidak bersegmen, double stranded DNA, dan berukuran 30-38 kbp (ukuran bervariasi antara grup satu dengan yang lain) yang mengkode 30-40 macam gen. Struktur genom merupakan salah satu karakter yang digunakan untuk membedakan grup virus, terkait dengan hibridisasi silang dan peta restriksi (homologi 70-95 % dalam grup yang sama, dan homologi 5-20 % diantara grup).
Sekuen terminal dari setiap untai berulang terbalik, sehingga untai tunggal yang terdenaturasi dapat membentuk  struktur seperti tangkai panci (looping). Pada ujung 5’ setiap untai DNA, terdapat protein dengan berat molekul 55 kD yang melekat secara kovalen.

2. Replikasi
Proses replikasi pada Adenovirus berlangsung di nukleus. Replikasi dibedakan menjadi early dan late phase. Pembagian ini merupakan karakteristik replikasi virus DNA. Perlekatan virus ke sel inang berlangsung lambat, dan terkadang membutuhkan waktu beberapa jam untuk mencapai optimum. Partikel Adenovirus masuk ke dalam sel melalui 2 tahap, yang pertama melibatkan interaksi awal dari protein fiber dengan reseptor seluler, yaitu molekul MHC kelas I dan reseptor Adenovirus – coxsackievirus. Selanjutnya Penton base protein berikatan dengan integrin dari permukaan sel heterodimer yang memungkinkan internalisasi melalui reseptor endositosis. Pada umumnya sel mengekspresikan reseptor primer dengan protein fiber  pada selubung Adenovirus, namun beberapa terjadi secara internal. Oleh sebab itu terdapat fleksibilitas dalam pengaturan pengenalan sel inang oleh virus. Proses secara rinci dijabarkan sebagai berikut.

  1. Penetrasi
Proses ini melibatkan fagositosis dalam vakuola fagositik, yang terjadi setelah aktivitas toksik dari penton untuk memecah membran fagositik dan melepaskan partikel ke dalam sitoplasma. Pelepasan selubung akan memacu ekspresi sequen yang bersangkutan. Pada awalnya penton akan melepasakan sebagian partikel tanpa selubung, berbentuk sferik ke sitoplasama. Partikel ini bermigrasi ke nukleus, kemudian bagian dari partikel akan masuk melalui pori nuklear, yang selanjutnya akan berubah menjadi kompleks DNA virus-histon sel inang.

  1. Ekspresi gen
Pada awal replikasi genom, mRNA pada early gen dan immediate early  gen ditranskrip secara independen dari DNA yang masuk. Transkripsi genom Adenovirus diatur oleh virus yang dikode faktor pengaturan trans-acting. Produk dari gen immediate early mengatur ekspresi early gen. Early gen dikode pada berbagai lokasi dari kedua untai DNA (l : untai kiri dan r : untai kanan). Berbagai protein dihasilkan dari setiap gen melalui splicing alternatif dari transkripsi mRNA, seperti disajikan pada Tabel 1.


Tabel 1. Trans aktivasi protein Adenovirus
Fase
Gen yang ditranskripsi
Immediate early
E1A
Early
E1B, E2A, E2B, E3, E4, beberapa protein virion
Late
Late gen, hampir semua protein virion






Protein atau mRNA yang pertama kali disintesis setelah 1 jam infeksi adalah E1A. Protein ini merupakan faktor regulasi transkripsional yang ketepatan pola aksinya belum banyak diketahui (bukan faktor transkripsi berupa DNA binding), namun protein ini berperan penting dalam aktivasi transkripsi early gen. Protein ini juga mampu mengaktivasi transkripsi dari berbagai promoter viral dan seluler yang lain, serta tidak menunjukkan adanya spesifisitas sekuen, lebih dipengaruhi oleh modifikasi lingkungan seluler.
Protein kedua yang dibuat adalah EIB. Protein EIA dan EIB bersama-sama (bersifat independen terhadap protein lain) mampu mentransformasi sel primer secara in vitro, terutama pada Ad 5 dan Ad 12.

  1. Tranformasi
Proses ini merupakan perubahan morfologi, biokimiawi, atau parameter pertumbuhan pada sel yang dapat mengarah ke pembentukan sel tumor pada hewan model (transformasi neoplastik).  Aktivitas protein E1A dan E1B terkait erat dengan proses transformasi sel. Protein E1A mampu menyebabkan sel primer in vitro tetap hidup, sedangkan protein E1B bekerjasama dengan protein E1A menstabilkan sel yang mengalami transformasi. Sehingga adanya protein E1A dan E2B bersama-sama berperan penting untuk transformasi secara penuh dalam formasi tumor pada hewan.
Terdapat 3 conserved domain yang telah diidentifikasi pada gen AdE1A manusia, yaitu CR1, CR2, dan CR3. Fungsi dari masing-masing domain telah dipelajari melalui analisis mutasional. Mutan CR1 yang berkomplemen dengan mutasi CR2, menunjukkan fungsi diskret domain yang beraksi dalam penggantian sel inang. CR1 terlibat dalam pengikatan fosfoprotein seluler, yaitu p300/CPB, yang merupakan koaktivator transkripsional dengan aktivitas histon asetiltransferase intrinsik.
Mutan E1A yang gagal untuk mengikat p300 juga gagal untuk menstimulasi sintesis DNA seluler dalam sel yang ’istirahat’ dan menyebabkan kematian sel dalam kultur. Segmen CR1 yang berada di antara residu 40-60 membentuk bindig site untuk kepekaan protein retinoblastoma (pRb) dan protein terkait, yaitu p107 dan p130 dalam membentuk kompleks dengan faktor transkripsi, E2F, yang diinduksi oleh E1A untuk mengaktifkan transkripsi E2F. Ekspresi E2F dapat menstimulasi sintesis DNA dalam sel yang ’istirahat’. Selain itu terdapat protein pengontrol siklus sel pada inang, yaitu cyclin A yang berikatan dengan CR2. Protein E1A dapat berikatan dengan  p300 dan protein pRb terkait secara simultan, yang berpotensi untuk memfasilitasi interaksinya. Hilangnya fungsi pRb juga menginduksi p53 melalui peningkatan ekspresi protein tumor repressor, yaitu p14ARF, yang mencegah MDM2 untuk mengendalikan degradasi p53. Hal ini merupakan mekanisme E1A yang menyebabkan terjadinya apoptosis sel primer.


Pada saat E1B berikatan dengan p53, supressor tumor yang lain terlibat dalam pengendalian siklus sel. Region E1B mengkode 2 protein yang tidak berkaitan dengan sekuen asam amino, dengan berat molekul masing-masing 29 KDa dan 58 KDa, namun keduanya mempunyai fungsi anti-apoptotik. Kedua protein bekerja secara independen dan dengan mekanisme yang berbeda. Protein 58 KDa secara langsung menghentikan aktivitas tumor supressor, p53, dan merupakan protein mutasi paling umum dalam kanker manusia. Protein p53 merupakan faktor transkripsi berupa regulasi negatif untuk proliferasi sel. Protein p53 tidak konstitutif terlibat dalam siklus sel, tetapi teraktivasi dalam menanggapi kerusakan DNA. Pada saat p53 membentuk kompleks dengan protein E1B-58K, protein tersebut akan mengalami deaktivasi transkripsi. Mutan protein E1B-58K yang tidak mampu membentuk kompleks dengan p53, juga tidak mampu bekerjasama dengan E1A untuk mentransformasi sel dalam kultur. Sedangkan protein 19 kDa menghambat apoptosis melalui mekanisme yang sama dengan protein bcl-2 pada manusia.
Adenovirus juga mengkode beberapa protein yang berperan dalam mekanisme apoatosis immune-mediated. Pada umumnya mekanisme ini diatur oleh unit transkripsi dari E3. Terdapat 7 jenis protein E3. Protein E3-gp 19 K (glikoprotein dengan berat molekul 19kDa dikode oleh unit transkripsi E3) merupakan pertahanan pertama untuk melawan CTL, berikatan dengan semua haplotype antigen kelas I manusia dan ada pada semua Adenovirus respiratori. Protein ini tidak dimiliki oleh  Adenovirus yang menginfeksi traktus gastrointestinal, sehingga untuk mengatasi adanya antigen kelas I dengan cara merepresi tingkat transkripsi yang diperantarai oleh protein Ad-coded E1A. Protein lain yang dikode E3 disebut RID dan E3-14.7 K berfungsi menghambat beberapa induksi killing pathway oleh CTL pada sel yang terinfeksi, selanjutnya terlibat dalam apoptosis melalui perforin-granzyme pathway. Oleh sebab itu E3 disebut sebagai gen ’tersembunyi’ yang memungkinkan Adenovirus menginvasi respon immun inang. Pengamatan menunjukkan bahwa pada Adenovirus terdapat adanya pemisahan perangkat seluler dan perubahan lingkungan intraseluler untuk replikasi virus yang sesuai, sehingga mempengaruhi fungsi seluler. Transformasi jarang terbentuk setelah infeksi. Dasar untuk onkogenesis tidak jelas, namun diketahui bahwa Ad12 E1A menghambat ekspresi MHC kelas I, yang memungkinkan tumor lolos dari destruksi oleh CTL.

Replikasi Adenovirus telah dipelajari secara ekstensif melalui in vivo (sel yang terinfeksi mutan) dan in vitro (ekstrak nukleat). Terdapat protein yang dikode oleh virus dan terlibat dalam replikasi DNA, yaitu :
  1. TP (Ad DNA Pro) bertindak sebagai primer untuk inisiasi sintesis
  2. Ad DBP bertindak sebagai protein yang berikatan dengan DNA
  3. Ad DNA Pol bertindak sebagai DNA polimerase dependen dengan berat molekul 140 kD

Selain itu terdapat protein seluler dalam nukleus yang berpartisipasi dalam replikasi genom (NF I, NF III, Topoisomerase I). Genom Adenovirus mempunyai ujung yang  berulang terbalik (ITR) sekitar 100 bp. Diantara ITR terdapat sekuen DNA cis-acting yang berperan sebagai ORI (Origin of  DNA Replication). Pada setiap ujung 5’, terdapat protein terminal (TP) yang terikat secara kovalen yang berfungsi sebagai komponen cis-acting tambahan untuk ORI. Diantara terminal 51 bp dari 2 genom Adenovirus, terdapat 4  region yang berperan untuk inisiasi replikasi ; Terminal 18 bp berperan sebagai ORI minimal dan sekeun ini dapat secara langsung membatasi inisiasi hanya dengan melibatkan 3 protein viral dalam replikasi, yaitu protein proterminal (pTP), DNAS polimerase (pol) dan DNA binding protein (DBP). Dua faktor transkripsi seluler ; faktor nuklear I (NF I) dan faktor nuklear III (NF III) diperlukan untuk efisiensi tingkat replikasi. Terkecuali untuk Adenovirus 4 melakukan replikasi secara efisien tanpa NF I dan NF III. Faktor seluler yang lain, topoisomerase , dibutuhkan untuk proses elongasi secara lengkap. Tahap dalam replikasi DNA Adenovirus sebagai berikut :
  1. Genom virus diselubungi oleh DBP
  2. Protein bekerjasama dengan faktor transkripsi seluler, NF I yang berikatan dengan sisi pengenalan diantara ORI, terpisah dari 1-18 bp oleh spacer region
  3. NF III berikatan dengan sisi pengenalan spesifik antara nukleotida 39 dan 48
  4. Interaksi protein, antara NF I dan Pol dan antara pTP dan NF III membantu pTP-pol heterodimer membentuk kompleks preinisiasi.
  5. Interasi antara heterodimer dan pasangan basa 9-18 spesifik dan sequen DNA meyakinkan penempatan posisi yang benar dan kompleks yang terbentuk stabil terhadap interaksi di antara pTP –pol dan genom yang berikatan dengan TP
  6. Replikasi DNA kemudian diinisiasi oleh mekanisme priming protein yang berikatan secara kovalen dibentuk diantara grup alfa-fosforil dari residu terminal, dCMP dan grup beta-hidroksil dari residu serin dalam pTP, reaksi yag dikatalis oleh pol yang bertindak sebagai primer untuk sintesis untai template.
  7. Pemasangan basa dengan triplet GTA kedua dari untaian template mengarahkan sintesis trinukleotida pTP, yang kemudian melompat kembali 3 basa, ke pasangan basa dengan triplet pertama (juga GTA) dan sintesis kemudian berlangsung melalui penggantian untaian non-template.
  8. NF I berdisosiasi sebagai nukleotida pertama yang berikatan setelah reaksi inisiasi. Disosiasi pTP dari pol dimulai pada saat trinukleotida pTP terbentuk dan hampir lengkap pada saat 7 nukleotida telah disintesis.
  9. NF III terdisosiasi pada saat garpu replikasi melewati sisi pengikatan NF III.

Walaupun 2 komponen sistem replikasi Adenovirus terkristalisasi secara individu, yaitu DBP dan POU (NF III DBD), namun model struktur untuk kompleks preinisiasi secara keseluruhan masih dalam tahap penelitian lebih lanjut.



Daftar Pustaka
Kenny MK, Lisa AB, and Jerard H. Initiation of Adenovirus DNA Replication. Journal of Biological Chemistry. 1988. Vol 263 (20).
Anonim. 2005. Page Weaver Production. http //: www.Adenovirus/replication.html.
Adenovirus : Update on Structure and Function. J. Gen. Virol. 2009. 90(1) : 1-20.
Roulston, A. Viruses and Apoptosis. Ann. Rev. Microbiol. 53 : 577-628.
Yewdell JW and Bennink JR. Mechanisms of Viral Interference with MHC Class I Antigen Processing and Presentation. Ann. Rev. Cell. Dev. Biol. Vol. 15 : 579-606.



Friday 14 November 2014

ADENOVIRUS



Adenovirus merupakan salah satu patogen penyebab infeksi pada traktus respiratorius dan berbagai infeksi pada organ manusia yang lain. Adenovirus pertama kali diisolasi pada tahun 1953, dari jaringan adenoid anak-anak  melalui tonsilektomi dan dari jaringan ikat yang rusak. Pada tahun 1962, diketahui bahwa terdapat Adenovirus yang menyebabkan tumor pada Rodentia. Adenovirus tipe ini disebut sebagai Adenovirus onkogenesis, yang menunjukkan asosiasi dengan infeksi abortif dan belum teramati pada manusia.
Penelitian mengenai genom Adenovirus dan ekspresi gen mendukung pengembangan teknik yang berguna untuk menguji virus atau gen seluler yang lain. Adenovirus merupakan salah satu model penelitian yang berperan penting untuk mempelajari virus lain. Beberapa karakteristik Adenovirus dijelaskan sebagai berikut :

  1. Tersebar luas di alam, serta hidup sebagai parasit obligat pada unggas dan mamalia (termasuk manusia). Berdasarkan inangnya, Adenovirus dibedakan menjadi 2 genus, yaitu Aviadenovirus (menyerang Aves) dan Mastadenovirus (Mammalia)
  2. Mampu menginduksi infeksi laten dalam jaringan limfoid.
  3. Beberapa tipe Adenovirus berpotesi sebagai onkogen

Terdapat kurang lebih 51 serotipe Adenovirus manusia (genus Mastadenovirus) yang terbagi menjadi sub grup A-F berdasarkan kemampuannya dalam agglutinasi eritrosit manusia, tikus, dan kera, serta onkogenisitasnya dalam tubuh Rodentia. Protein serotipik EIA menentukan fenotipe onkogenik Adenovirus dalam pembentukan transformasi sel. Virus yang termasuk dalam subgrup (Ad 12) menginduksi tumor dengan frekuensi tinggi dan latensi rendah, sedangkan subgrup B (Ad 3 dan Ad 7) bersifat onkogenik lemah. Sedangkan Adenovirus subgrup C (Ad 2 dan Ad 5), D, E,  dan F bersifat non-onkogenik.
Semua Adenovirus yang menginfeksi manusia dapat melakukan transformasi secara primer pada kultur sel Rodentia. Pada penelitian Rodentia transforman yang baru lahir, hanya virus grup A dan B yang bersifat onkogenik. Semua partikel Adenovirus mempunyai  struktur icosahedral simetris yang mudah teramati dalam mikroskop elektron melalui pengecatan negatif, berupa struktur tanpa selubung dan berdiameter 60-90 nm. Struktur virus tersusun dari 252 kapsomer : terdiri dari 240 hexon dan 12 penton pada icosahedral vertikal (2-3-5 simetris). Protomer individu dapat diisolasi secara kimiawi dari partikel virus murni. Hexon terdiri dari trimer polipeptida II pori tengah (minor), yaitu VI, VIII, dan IX yang saling berasosiasi dan terlibat dalam stabilisasi serta penyusunan partikel.
Struktur penton lebih kompleks dibanding hekson. Struktur penton berupa pentamer peptida III dan 5 molekul III a yang berasosiasi dengan dasar Penton. Penton mempunyai aktivitas seperti toxin. Protein serat trimetrik meluas dari setiap 12 vertices (menempel pada protein dasar penton) dan bertanggung jawab dalam pengenalan dan pengikatan reseptor seluler.

Monday 6 October 2014

Ekspresi Enzim Katalase pada Mammalia


Enzim katalase dari berbagai spesies dikenal sebagai subunit protein dengan berat molekul sebesar 60 kD, berupa struktur  tetramer, dan masing-masing terdapat empat grup heme per tetramer. Sequen asam amino dan struktur asam amino enzim katalase telah dipelajari melalui isolasi dari hepar sapi. Pembelajaran mengenai  regulasi dalam jalur pentosa fosfat menunjukkan, protein yang mengikat NADPH dalam eritrosit manusia adalah enzim katalase. Setiap molekul tetramerik katalase mamalia mengikat empat molekul NADPH. Terdapat tingkat afinitas yang berbeda antara interaksi NADPH dalam bentuk tereduksi dengan enzim katalase, yaitu : NADPH > NADH > NADP + > NAD +. Dalam kaitannya dengan aktivitas enzim katalase untuk mengkatalisis konversi peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), NADPH tidak berperan secara langsung. Adanya senyawa NADPH yang terikat pada enzim katalase berperan penting untuk melindungi inaktivasi enzim katalase oleh senyawa peroksida.

Peran enzim katalase di dalam tubuh mammalia
Enzim katalase merupakan enzim marker peroksisomal klasik yang berperan penting untuk mendekomposisi peroksida dan terlibat aktif dalam mekanisme pertahanan antioksidan pada sel mammalia. Aktivitas katalase dalam reaksi pertahanan antioksidan, antara lain perannya dalam sel otak untuk mengoksidasi etanol, terkait dengan berbagai penyakit degeneratif peroksisomal pada sistem saraf pusat yang diwariskan, seperti penyakit Zellweger Syndrome. Distribusi katalase dalam sistem saraf pusat telah diketahui secara histokimiawi dan imunohistokimiawi, terkait dengan aplikasi tyramine untuk mendeteksi mRNA katalase pada otak mencit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya molekul mRNA katalase pada banyak neuron di sepanjang jalur syaraf pada otak mencit. Secara morfologi, mRNA yang berada di dalam sitoplasma sel glia dan oligodendrosit berupa sel yang bergranula, dan  terkemas di dalam peroksisom. Aktivitas katalase yang sinergi dengan protein peroksisomal yang lain berperan penting dalam pertahanan otak untuk melawan penuaan sel dan penyakit Alzheimer.

Monday 1 September 2014

Aplikasi Katalase Ultrastabil


          Isolasi dan produksi suatu enzim dalam skala laboratorium telah dilakukan oleh banyak peneliti di dunia. Penggunaan enzim katalase ultrastabil dapat menurunkan biaya proses bleaching dalam industri sekaligus menjadikan proses ini lebih ramah lingkungan.
Sejak tahun 1980-an, industri tekstil, kertas, dan industri lainnya telah mencoba menggantikan penggunaan klorin sebagai disinfektan ataupun pemutih dengan hidrogen peroksida (H2O2). Klorin yang telah digunakan oleh masyarakat industri selama lebih dari seabad ternyata sangat berbahaya, karena menghasilkan zat racun berupa Dioksin yang bersifat menyebabkan kanker (karsinogenik) dan mengacaukan sistem hormon manusia (endocrine disruptor).
Hidrogen peroksida selain digunakan sebagai agen bleaching atau pemutih di industri kertas atau tekstil, juga digunakan untuk melindungi buah dan sayuran segar dari bakteri patogen seperti Salmonella atau E.coli, pasteurisasi produk susu, ataupun digunakan dalam sterilisasi karton pembungkus jus atau susu segar sehingga tak perlu pendinginan.
Hidrogen peroksida bukan merupakan senyawa yang aman bagi manusia. Keberadaan hidrogen peroksida yang merupakan oksidan dapat menyebabkan kondisi dalam sel yang reduktif menjadi oksidatif. Oleh sebab itu penggantian klorin ke hidrogen peroksida hanya mengurangi masalah dan bukan menyelesaikan masalah lingkungan.
Katalase merupakan enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida yang berbahaya dalam tubuh manusia, menjadi air dan oksigen yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia. Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bersifat merusak. Industri telah mulai menggunakan katalase untuk menghilangkan hidrogen peroksida yang tersisa dalam limbah bleaching industri. Tetapi katalase konvensional yang dijual sekarang ini mempunyai banyak keterbatasan. Katalase dari Mammalia seperti manusia, sapi, ataupun mikrobia (jamur), hanya aktif pada suhu antara 37-40 derajat celcius. Hal ini terkait dengan organisme sumber katalase berasal yang hanya mampu bertahan hidup pada rentang suhu tersebut. Oleh sebab itu enzim dari organisme-organisme moderat ini tidak cukup ideal untuk proses pengolahan limbah industri yang biasanya memiliki pH dan temperatur tinggi. Sementara enzim konvensional secara alamiah akan rusak pada kondisi ekstrem tersebut.
Proses bleaching dalam industri selama ini telah menyita biaya yang tidak sedikit untuk meringankan beban lingkungan. Penggantian klorin dengan hidrogen peroksida dalam proses bleaching telah memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan, namun tidak lepas dari munculnya masalah baru. Jika toksin yang dihasilkan oleh produk reaksi pemutihan dengan klorin menjadi kendala dalam pengolahan limbahnya, maka penggunaan hidrogen peroksida mengharuskan alternatif pengolahan sampah hidrogen peroksida yang tersisa dengan enzim katalase komersial yang ada.
Penggunaan katalase komersial yang ada memerlukan ekstra biaya yang cukup besar. Sifat enzim katalase konvensional yang rentan terhadap suhu dan pH ekstrim, membuat industri hanya mempunyai dua pilihan. Pertama, menambahkan enzim katalase secara kontinyu ke dalam bak pengelolaan air buangan untuk menggantikan katalase yang rusak selama proses penguraian limbah hidrogen peroksida. Kedua, menurunkan suhu dan pH air limbah ke kondisi yang dapat ditolerir oleh enzim katalase konvensional. Keduanya memerlukan biaya tinggi, energi besar, dan waktu yang lama untuk pengolahan limbah hingga menjadi air murni dan oksigen.
Penggunaan extremozim katalase merupakan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Extremozim katalase akan mendegradasi hidrogen peroksida secara aman sekaligus ekonomis. Limbah air tidak memerlukan perlakuan lanjutan. Enzim katalase ekstremofilik ini sangat stabil pada suhu dan pH tinggi, yang sesuai dengan kondisi limbah bleaching hidrogen peroksida.

Friday 1 August 2014

Katalase Ekstremofilik


Katalase ekstremofilik  mempunyai half life time atau waktu paruh 330 jam pada suhu 80 derajat celcius, lebih tinggi dibandingkan dengan katalase komersial konvensional yang hanya  mempunyai waktu paruh 15 detik pada suhu yang sama. Dengan kata lain terjadi peningkatan hampir 80.000 kali peningkatan aktivitas enzim dibandingkan dengan katalase konvensional pada suhu yang sama. Ekstremozim ini juga mempunyai waktu paruh 15 hari pada pH 10 dan suhu 70 derajat celcius, sementara enzim katalase dari sumber lainnya hanya 4 jam pada pH sama dan suhu yang lebih rendah (60 derajat celcius). Waktu paruh adalah waktu inkubasi enzim pada suatu suhu atau pH tertentu sampai enzim berkurang keefektifannya sehingga aktivitas enzim tinggal separuh dari semula. Waktu paruh memang biasa digunakan oleh peneliti untuk membandingkan stabilitas enzim.
Para peneliti dari lembaga riset Departemen Energi Amerika Serikat mengisolasi enzim katalase ultrastabil dari mikroba penyuka lingkungan ekstrem (extremophile) yaitu Thermus brockianus yang hidup pada suhu 70 derajat celcius. Ekstremophiles ini sendiri diisolasi dari Taman Nasional Yellow Stone yang selama ini terkenal sebagai habitat ekstremofil. Hingga saat ini masih belum diketahui mengapa enzim ini tahan panas sekaligus tahan kondisi alkali. Sifat tahan panas bisa ditelusuri dari kesukaan Thermus brockianus hidup di lingkungan suhu tinggi. Akan tetapi, mikroba ini juga menyukai habitat dengan pH moderat.
Katalase ultrastabil diimmobilisasi secara kimiawi pada plastic beads seukuran butir pasir. Lalu, plastic beads yang telah berikatan dengan katalase ekstremofilik siap digunakan. salah satu aplikasi katalase ekstremofilik adalah penggunaan dalam filtrasi air limbah proses bleaching yang banyak mengandung senyawa beracun hidrogen peroksida. Enzim ini dimasukkan ke dalam kolom tabung yang digunakan sebagai filter untuk menyaring air buangan proses bleaching dan menguraikan hidrogen peroksida. Melalui proses immobilisasi seperti ini, ekstremozim menjadi lebih stabil, dan reusable. Sehingga penyaringan berulang-ulang untuk volume limbah lainnya dapat dilakukan dan biaya pengelolaan limbah dapat ditekan.