Androgen merupakan hormon yang berperan penting untuk
mengendalikan diferensiasi seksual pria dan menjaga perkembangan fungsi
reproduktif pria normal. Mekanisme aksi hormon androgen dimediasi melalui protein spesifik,
yaitu reseptor androgen (RA) yang
merupakan anggota subfamili hormon steroid dari faktor transkripsi nuklear.
Mutasi RA berdampak klinis terhadap serangkaian kelainan kejantanan berupa
insensitivitas androgen sederhana sampai sindrom insensitivitas androgen
kompleks (SIAK).
Sama seperti reseptor steroid yang
lain, RA dicirikan dengan struktur modulator. Lebih dari 600 mutasi dalam gen RA
menghasilkan domain transaktivasi N-terminal (domain RA yang terbesar) dalam
sindrom insensitivitas androgen. Namun kurang dari 15 mutasi RA mengarah ke
sindrom insensitivitas androgen. Daerah C-terminal terdiri dari domain pengikatan
DNA dan domain pengikatan ligan, serta teridentifikasi adanya mutasi yang berkisar antara
20%-60%. Kompleks ligan-reseptor
berinteraksi secara langsung dengan gen targetnya dan meregulasi transkripsinya
untuk memediasi efek androgen. Jumlah yang terbesar dari SIAK disebabkan oleh
substitusi nukleotida tunggal atau delesi yang menyebabkan penataan ulang kodon
terminasi promoter dan/atau kemudian mutasi frameshift yang membentuk signal
untuk berhentinya translasi.
Kerusakan
gen RA mencegah perkembangan normal dari struktur internal dan eksternal tubuh
laki-laki berkariotipe 46,XY. Resistensi akhir organ terhadap androgen didesain
sebagai insensitivitas androgen. Dalam gen RA, 4 tipe mutasi yang berbeda
terdeteksi dalam DNA dari individu penderita sindrom insensitivitas androgen,
yaitu :
1. Mutasi
titik tunggal yang menghasilkan substitusi asam amino dan stop kodon prematur.
2. Insersi
atau delesi nukleotida paling sering menyebabkan frameshift dan terminasi
prematur.
3. Delesi
gen keseluruhan atau parsial
4. Mutasi
intronik dalam donor splice atau sisi
acceptor yang mempengaruhi pemotongan
RNA gen RA.
Penelitian
terkini dalam kasus SIAK familial merupakan mutasi gen RA berupa insersi basa ganda
pada ekson 4. Penggantian nukleotida ini menyebabkan terminasi prematur pada
asam amino 788, sehingga menghilangkan semua domain pengikatan hormon pada
protein RA. Penemuan ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur domain
pengikatan ligan disebabkan insersi nukleotida yang menyebabkan ketidakmampuan
RA mengikat androgen. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya kasus baru berupa mutasi insersi nukleotida yang menyebabkan
frameshift dalam kasus SIAK familial.
Berdasarkan deteksi pada protein RA pasien SIAK dan ibunya menunjukkan bahwa
insersi nukleotida ganda yang pada gen RA yang jarang ditemukan sebelumnya,
merupakan penyebab terjadinya SIAK pada pasien probandus dalam penelitian tersebut.
Sebagian besar mutasi gen RA berupa insersi yang menghasilkan frameshift, dan beberapa diantaranya menghasilkan insersi residu asam amino. Penelitian sebelumnya
menunjukkan mutasi delesi/insersi pada ekson 5. Sebuah delesi dari 7 pasangan
basa diganti oleh insersi dari 11 nukleotida yang menyebabkan duplikasi pada ujung
sekuen downstream. Mutasi g.
2640_2646 del AGGATGC/ 2652_2662 ins TTCGCCCCTGA menghasilkan frameshift 9 kodon pada downstream yang menyebabkan adanya
signal TGA, sehingga terjadi terminasi prematur. Perubahan nukleotida ini
menyebabkan mutasi delesi/insersi pertama dari RA yang mungkin muncul melalui
mekanisme miss-pairing shipped-strand.
Penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa insersi dari residu sistein dalam zinc finger pertama dari domain
pengikatan DNA dari RA pada pasien SIAK.
Dalam
kasus sindrom insensitivitas androgen yang terpaut kromosom X (individu 46,
XY), terdapat bermacam-macam mutasi dalam gen RA yang menghasilkan substitusi
asam amino dan domain pengikatan ligan atau DNA, atau menghasilkan stop kodon prematur sehingga mencegah
perkembangan normal struktur reproduksi laki-laki.
Referensi
Rong, H.L.,
Suzuki, N., Imai, A. 2010. A double
nucleotide insertion-induced frame-shift mutation of the androgen receptor gene
in a familial complete androgen insensitivity syndrome. European
journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 148 :53-55.
No comments:
Post a Comment