Teknologi terapi gen
merupakan salah satu metode untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan cara
memodifikasi materi genetik suatu
sel hidup. Terapi gen melibatkan insersi gen fungsional atau molekul lain kedalam sel untuk mencapai efek
terapeutik. Gen yang
dimasukkan berupa transgen, dapat dikatakan sebagai suatu
obat. Terdapat dua tipe terapi gen, yaitu terapi sel somatik
dan sel gamet. Terapi pada sel gamet melalui penyisipan gen yang dilakukan pada saat fertilisasi. Terapi yang sekarang banyak
berkembang adalah terapi sel somatik.
Tujuan terapi gen adalah mengeliminasi penyakit klinis (somatik) dan gen yang disisipkan menjadikan penyakit pada parental
tidak ditularkan pada
keturunannya (gametik) (Anson, 2004).
Perkembangan awal teknologi terapi gen didukung oleh beberapa penemuan vektor baik viral maupun non viral
untuk membawa transgen yang disisipkan pada sel
inang yang sakit. Vektor viral yang sudah dipelajari
antara lain virus Moloney Murine
Leukimia untuk transfer gen ke kromosom
sel target, terbatas pada sel
yang membelah. Selanjutnya penelitian berkembang untuk mencari vektor yang mampu mentransfer gen pada sel
yang tidak membelah, antara lain penggunaan virus HIV (Schmidt, 1999). Tulisan ini akan membahas salah satu vektor virus yang digunakan untuk terapi gen,
yaitu Retrovirus.
Vektor Retrovirus
Retrovirus
merupakan virus yang terdapat pada semua
kingdom animalia. Berbagai Retrovirus onkogenik menunjukkan bentuk replikasi
defektif yang mengubah sebagian komplemen gen virus normal dengan sekuen
onkogenik. Replikasi Retrovirus kompeten yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit
berhubungan dengan pembelahan yang tidak terkendali dan memberikan kisaran
spesies patogenik yang luas. Salah satu penyakit yang ditularkan secara signifikan antar manusia
pada masa kini, yaitu AIDS, disebabkan oleh infeksi Retrovirus HIV tipe I dan II (Anson, 2004).
Beberapa jenis Retrovirus mampu menyebabkan
infeksi dalam waktu yang lama dan berbeda pada setiap inang. Pada mencit,
terdapat beberapa jenis retrovirus yang bersifat onkogenik lemah. Sedangkan
pada jenis Retrovirus yang lain yaitu Simian Virus, mempunyai karakteristik
seperti HIV-1 yang dapat menjadi agen penyebab AIDS, namun tidak bersifat patogen
pada semua inang. Selain itu juga terdapat Retroviral endogenus yang tidak
bersifat patologis, contohnya Spumavirus.
Debris dari Retrovirus menunjukkkan berbagai tipe yang berbeda untuk elemen
insersional dan mampu berintegrasi secara konstitutif pada genom manusia
(Machida, 2003).
Virion
Retrovirus berupa partikel sferis, dengan diameter antara 80-100 nm. Stuktur
virion dilapisi dengan lipid bilayer yang berasal dari membran plasma sel inang
yang disisipi oleh gen retroviral dan menghasilkan produk gen berupa protein
selubung. Retrovirus merupakan kelas virus berselubung dan genomnya berupa molekul
RNA untai tunggal. Selama infeksi, genom viral Retrovirus melangsungkan reverse transkripsi membentuk DNA untai ganda.,
yang berintegrasi dengan genom inang dan diekspresikan sebagai protein viral.
Genom viral
berukuran sekitar 10 Kb, terdiri dari 3 gen utama yaitu :
1. Gen viral gag : mengkode protein utama (core) yang memebentuk virion. Virion
terdiri dari dua kopi molekul RNA genomik yang identik (bersifat haploid dan
pseudo-diploid),
2. Gen viral pol : mengkode reverse transkriptase, berupa sebuah tRNA primer
3. Gen viral env : mengkode protein selubung
Pada setiap
ujung genom viral, terdapat ujung berulang yang panjang (long terminal repeats atau LTRs) yang mengandung daerah promoter atau enhancer dan sekuen yang terlibat dalam
proses integrasi dengan sel inang. Selain itu juga terdapat sekuen yang
diperlukan untuk mengemas DNA viral (ψ) dan daerah pemotongan RNA pada gen env (Anson,
2004).
Berdasarkan
fungsi genetiknya, gen pada Retrovirus dibedakan menjadi sekuen cis yang merupakan sisi aktif yang berperan sebagai asam
nukleat (mulai dari ujung 5’ LTR). Di bagian dalam DNA provirus terdapat promoter
transkripsional dan RNA (genomik) yang terdiri dari sekuen penting untuk
reverse transkripsi genom. Untai pertama untuk
sintesis DNA selama proses reverse transkripsi disebut sebagai PBS. Sekuen ψ (psi) berfungsi untuk
mengemas RNA genomik menjadi virion. Sedangkan ppt merupakan primer binding site untuk untai DNA yang
kedua selama proses reverse transkripsi. Ujung 3’ LTR dalam DNA provirus berfungsi
sebagai signal poliadenilasi dan berisi sekuen yang juga berperan penting dalam
proses reverse transkripsi. Sedangkan gen trans merupakan sekuen pengkode
protein, yaitu gen gagpol yang mengkode poliprotein gag dan pol, serta gen env
yang mengkode protein selubung (Machida, 2003).
Vektor Retroviral
yang sering digunakan dalam terapi gen adalah Moloney Murine Leukaemia Virus (
Mo-MLV), yang merupakan virus amfotropik. Virus ini mampu menginfeksi sel tikus
sebagai vektor pada hewan model dan menginfeksi manusia sebagai vektor terapi gen.
Gen viral Retrovirus (gag, pol, dan env) dapat digantikan oleh transgen yang
dikehendaki dan diekspresikan pada plasmid dalam bentuk cell line. Karena gen non esensial kekurangan sekuen pengemasan,
maka sekuen ψ tidak termasuk dalam partikel virion. Untuk mencegah rekombinasi
yang menghasilkan replikasi retrovirus kompeten, semua daerah homolog vektor
harus dihilangkan dan gen non esensial harus diekspresikan paling tidak dalam dua
unit transkripsional. Sehingga replikasi Retrovirus kompeten berlangsung pada
frekuensi yang rendah (Machida, 2003).
Ekspresi
transgen dapat dipacu oleh daerah promoter atau enhancer pada 5’ LTR maupun
oleh viral alternatif atau promoter seluler. Analisis mutasi menunjukkan bahwa
disekitar sekuen pengkode gag dan
sisi upstream dapat dihilangkan tanpa
mempengaruhi pengemasan gen viral atau ekspresi transgen. Faktor yang dapat
mempengaruhi ekspresi transgen antara lain penempatan start kodon transgen dan perubahan sekuen pada ujung 5’ LTR
(Schmidt, 1999).
Untuk membantu
identifikasi ekspresi, dapat dimasukkan sel marker selektif yang dapat
mengalami transformasi. Ekspresi transgen dapat ditingkatkan dengan penambahan
sisi ribosom internal. Kapasitas vektor Retroviral yang tersedia untuk membawa insert gen asing sebesar 7.5 Kb. Jumlah
ini terlalu sedikit untuk ukuran transgen maupun cDNA. Hal ini dapat diatasi
dengan penggunaan gen env untuk menambah
kapasitas vektor. Selubung Retroviral berinteraksi dengan protein seluler
spesifik untuk membedakan kisaran sel target. Proses dilakukan dengan cara memodifikasi
secara langsung binding site antara
protein selubung dan reseptor seluler yang mempengaruhi internalisasi partikel
viral. Sehingga vektor mampu berintegrasi dengan sel inang (Machida, 2003).
Syarat
terjadinya integrasi dan ekspresi gen retroviral adalah sel target tersebut harus
membelah. Hal ini menjadi faktor pembatas dalam penggunaan vektor retroviral
untuk terapi gen. Vektor
Retroviral hanya dapat digunakan pada sel yang berproliferasi secara in vivo maupun secara ex
vivo. Sel target harus distimulasi dan ditransduksi terlebih dahulu, sehingga
aktivitas membran nukleus dapat memecah selubung protein retrovirus, kemudian
dengan bantuan ezim integrase, gen viral masuk ke nukleus dan berintegrasi
dengan genom sel target (Anonim, 2005). Dalam
produksi virion vektor, proses pengemasan genom dalam sel sangat penting. Pengemasan
sel line memerlukan semua protein viral yang dibutuhkan untuk produksi kapsid
dan maturasi virion dari vektor. Pengemasan
cell line berlangsung karena adanya gen gag, pol, dan env. Pengemasan cell line awal terdiri dari replikasi
genom retroviral kompeten dan sebuah rekombinan tunggal antara genom dan vektor
DNA retroviral dapat menghasilkan produksi virus wild type. Setelah insersi gen
yang dikehendaki ke vektor DNA retroviral dan pengemasan cell line secara benar, preparasi vektor retroviral akan menjadi
lebih mudah (Anonim, 2005).
Salah satu
permasalahan dalam terapi gen menggunakan retrovirus adalah rendahnya
spesifitas insersi enzim integrase dari virus untuk dapat berintegrasi dengan
genom sel inang. Apabila materi genetik disisipkan di bagian tengah dari genom
inang, dapat menyebabkan terjadinya mutagenesis insersional. Jika gen tersebut bertanggung
jawab pada pembelahan sel, maka dapat menyebabkan pembelahan sel menjadi tidak terkendali. Hal
ini dapat diatasi dengan penggunaan zinc
finger nuclease atau dengan memasukkan sekuen tertentu seperti daerah
kontrol lokus beta-globin untuk
integrasi pada daerah kromosom yang spesifik (Anson, 2004). Selain itu beberapa
retrovirus mengandung protoonkogen, yang dapat bermutasi dan menyebabkan
kanker. Hal ini harus dihindari dalam penggunaan retrovirus sebagai vektor
terapi gen. Retrovirus juga dapat mennyebabkan tansformasi sel dengan cara berintegrasi dengan
protoonkogen seluler dan memacu ekspresi yang tidak dikehendaki dari LTR, atau
menghambat ekspresi gen tumor supressor (Machida, 2004).
No comments:
Post a Comment