Anggota Filum Nematoda
merupakan cacing berbentuk gilig, tidak berwarna, tidak bersegmen, dan tidak
memiliki alat gerak. Nematoda hidup bebas (sebagai predator) ataupun
bersimbiosis dengan spesies yang lain.
Beberapa spesies Nematoda merupakan parasit yang menyebabkan berbagai
penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia (Gaugler, 2005).
Terdapat beberapa
spesies Nematoda yang berasosiasi dengan serangga, yaitu Nematoda yang
termasuk dalam kelas Secernentea. Anggota kelas ini adalah ordo Rhabditida,
yaitu anggota famili Steinernematidae
dan Heterorhabditidae (Lacey et al.,
2001). Nematoda yang termasuk dalam kedua famili tersebut menduduki posisi
sebagai patogen dan parasit. Nematoda ini mampu melakukan penetrasi ke dalam tubuh
serangga inang, hidup bersama, dan mengambil sari-sari makanan serangga inang.
Sebagai bagian dari siklus hidupnya, Nematoda ini bersimbiosis dengan bakteri
yang hidup dalam intestinumnya dan mampu menghasilkan eksotoksin untuk membunuh
serangga. Oleh sebab itu cacing ini
disebut sebagai Nematoda Patogen Serangga (Ben-Yakir et al., 1998).
Nematoda anggota famili Steinernematidae
memiliki asosiasi phoretic dengan bakteri patogen serangga Xenorhabdus
spp., sedangkan anggota famili Heterorhabditidae berasosiasi phoretic pula dengan bakteri Photorhabdus spp. Kedua bakteri ini
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Asosiasi yang dibentuk antara NPS
dan bakteri simbionnya bersifat simbiosis mutualistik. Bakteri simbion berperan
penting dalam siklus hidup Nematoda pada tubuh serangga inang. Selain
mensekresikan eksotoksin, bakteri simbion juga
mensekresikan protein antiimun untuk membantu Nematoda menghadapi respon
imun inang. Selain itu bakteri simbion juga mensekresikan antiprotein dan
antimikrobia untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder oleh mikrobia lain.
Bakteri simbion NPS merupakan parasit obligat dalam intestinum NPS yang
bergantung pada kemampuan NPS untuk penetrasi ke serangga inang (Gaugler,
2005). Berdasarkan hasil penelitian Tanada dan Kaya (1993), juvenil infektif
NPS yang tidak berasosiasi dengan bakteri simbion dalam intestinumnya mampu
membunuh serangga inang, namun tidak mampu bereproduksi.
NPS yang berhasil
mencapai dinding intestinum, bergerak menuju hemocoel dan melepaskan bakteri
simbion yang segera berproliferasi dengan cepat di dalam hemolimfe dan
mensekresikan eksotoksin yang mampu menghancurkan jaringan tubuh serangga. Pola
infeksi bakteri simbion ini disebut sebagai toxocemia
dan septicemia yang menyebabkan
kematian serangga inang dalam waktu 24-72 jam (Tanada dan Kaya, 1993 ; Aydin
dan Susurluk, 2005). Serangga yang mati akibat infeksi NPS tubuhnya dicirikan
dengan warna coklat (infeksi Steinernematidae) atau merah (infeksi
Heterorhabditidae), creamy, namun
tidak berbau busuk (Smart, 1995).
Bakteri simbion berada
pada bagian anterior dari intestinum larva Nematoda stadium III yang
bermodifikasi menjadi bilik bakteri. Larva stadium III merupakan stadium
infektif dari NPS, sehingga sering disebut dengan juvenil infektif. Juvenil
infektif panjangnya berkisar antara 0,4-1,1 mm (Smart, 1995 ; Gaugler, 2005).
Juvenil infektif mampu
melakukan penetrasi ke tubuh serangga inang melalui mulut, spirakulum, dan
anus. Juvenil infektif dalam tubuh serangga akan berkembang menjadi juvenil
infektif yang aktif memakan bakteri dan produk metabolit bakteri. Juvenil
infektif akan mengalami molting dan berkembang menjadi larva stadium IV, yang
selanjutnya berkembang menjadi cacing dewasa. NPS betina dewasa yang telah
kawin akan menghasilkan telur, yang kemudian menetas menjadi larva stadium I,
II, dan III, kemudian berhenti makan. Larva stadium III akan keluar dari tubuh
inang yang sudah mati, menuju tempat-tempat lembab dan mencari inang yang baru.
Di dalam tubuh beberapa spesies serangga tertentu, NPS dalam tubuh inang
membentuk 2-3 generasi sebelum melepaskan juvenil infektif ke luar tubuh inang
(Aydin dan Susurluk, 2005).
Durasi siklus mulai dari penetrasi
juvenil infektif hingga ke luar dari tubuh inang dipengaruhi oleh suhu yang bervariasi pada setiap spesies maupun strain NPS. Rerata waktu yang diperlukan
untuk setiap siklus generasi NPS dalam tubuh serangga adalah 7-10 hari, dengan
suhu optimum 25oC. Pada skala laboratorium, juvenil infektif
bergerak keluar tubuh inang setelah 8-14 hari infeksi awal (Tanada dan Kaya,
1993).
Pertumbuhan NPS
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, tekstur tanah, asosiasi dengan tanaman,
intensitas cahaya, dan frekuensi irigasi. Suhu tinggi (diatas 30oC),
desikasi, dan sinar UV dapat dengan cepat menginaktivasi NPS. Tekstur tanah
yang sesuai untuk pertumbuhan NPS adalah tanah berpasir dan berlumpur (remah),
berwarna coklat muda, coklat tua, atau coklat kehitaman. Selain itu pertumbuhan
optimum NPS juga dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada pH 7. Kemelimpahan NPS pada suatu area dipengaruhi
oleh asosiasi dengan spesies tumbuhan tertentu, antara lain jagung, jeruk,
stroberi, apel, dan berbagai jenis rumput (Mracek et al., 1999 ; Ahmad dan Hussain, 2002). Irigasi yang teratur dapat
mendukung pertumbuhan optimum NPS, sebab irigasi berguna untuk mempertahankan
kelembaban tanah dan lapisan air dalam partikel tanah (Gaugler, 2005 ;
Nardozzo, 2005).
No comments:
Post a Comment