I.
PENDAHULUAN
Teknologi terapi gen merupakan salah satu
metode untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan cara memodifikasi materi genetik
suatu sel hidup. Terapi gen melibatkan penghilangan atau penggantian gen yang
menyebabkan suatu penyakit melalui insersi gen fungsional atau molekul lain kedalam
sel untuk mencapai efek terapeutik. Gen yang dimasukkan berupa transgen (sekuen gen termodifikasi), dapat
dikatakan sebagai suatu obat. Tujuan terapi gen adalah mengeliminasi penyakit
klinis (somatik) atau gen yang disisipkan menjadikan penyakit pada parental
tidak ditularkan pada keturunannya (gametik) (Gordon, 2000).
Penelitian mengenai terapi gen berbagai penyakit
berkembang pesat, namun dalam aplikasinya masih belum mencapai hasil yang
signifikan. Beberapa kendala dalam aplikasi terapi gen antara lain proses
penyisipan gen ke sel target yang tidak efisien. Gen target yang disisipkan
harus spesifik, nontoksik, nonimmunogenik, stabil, dapat berintegrasi dengan
sel target, dan terekspresi secara efisien (Li et al., 2008).
Salah satu penyakit neurodegeneratif yang banyak diteliti mengenai pengembangan
strategi terapeutiknya melalui teknologi terapi gen adalah Friedreich ‘s Ataxia
(FA). FA merupakan kelainan degeneratif pada cerebellum secara terus menerus
yang mengakibatkan menurunnya refleks tendon
internal dan persendian. Penyakit ini disebabkan oleh rendahnya kadar frataxin
yang berdampak pada disfungsi mitokondria sel. Pada penyakit FA, 70%
penderita mengalami hipertropi cardiomiopati, sehingga angka kematian cukup tinggi.
Selain itu 10% penderita FA menderita diabetes melitus dan 20% pasien
menderita karbohidrat intolerance (Rotig
et al., 2002).
Beberapa penelitian mengenai terapi gen
untuk penyembuhan FA telah banyak dilakukan. Penelitian terhadap gen-gen yang bertanggung
jawab terhadap defisiensi frataxin dan jalur metabolisme yang terlibat,
dilakukan dengan menggunakan hewan model (transgenik maupun knock out mice). Dalam artikel ini, akan
dipaparkan mengenai penelitian pada aras genetik yang mengarah pada identifikasi
gen target untuk terapi gen dalam penyembuhan FA.
II.
Karakteristik Friedreich‘s ataxia
FA merupakan kelainan gen autosomal yang
bersifat resesif dengan frekuensi penderita 1/50.000 dari bayi yang lahir.
Kelainan terjadi pada gen yang terdapat pada kromosom 9q13. Gen ini berperan
untuk mengkode protein Frataxin, terdiri dari 210 asam amino. Mutasi yang
bertanggung jawab pada terjadinya penyakit ini (98%) berupa pengulangan sekuen GAA
pada intron pertama gen Frataxin, sehingga terjadi transkripsi yang mengubah pasangan
basa dan hilangnya ekspresi Frataxin (Grant et
al., 2006).
Frataxin berperan penting dalam metabolisme zat
besi di dalam sel. Protein ini melindungi fosforilasi oksidatif dengan cara
menginduksi pertahanan antioksidan mitokondria, mengontrol sintesis komponen
signal jalur superoksida dismutase (SOD), dan menjaga kandungan besi bebas
dalam matriks mitokondri. Pada sel dengan kadar frataxin rendah, terjadi
gangguan fosforilasi oksidatif karena terputusnya rantai respirasi mitokondria.
Proses ini terjadi melalui suplementasi besi bebas yang mengakibatkan kegagalan induksi signal
SOD dan kerusakan oksidatif di dalam mitokondria sel pasien FA. Kenaikan konsentrasi
zat besi di dalam mitokondria mencapai 10 kali konsentrasi zat besi sitosolik,
sebab hampir semua zat besi yang masuk ke dalam sel terpusat di dalam
mitokondria (Rotig et al., 2002).
Defisiensi frataxin menyebabkan perubahan
beberapa jalur metabolisme dalam berbagai jaringan. Keterlibatan jalur
peroksisom proliferator aktivator reseptor gamma (PPARγ) atau PPARγ koaktivator
1 alpha (Pgc1a) pada beberapa sel berperan sebagai regulator patogenesis FA, salah satunya meningkatkan
resiko diabetes. Resistensi insulin terjadi pada semua pasien FA yang
non-diabetik. Jumlah pengulangan sekuen
GAA pada gen penyandi frataxin, yang mempengaruhi tingkat frataxin yang rendah berkorelasi
dengan derajat resistensi pasien FA terhadap insulin dan rendahnya produksi ATP pada tendon otot
dan persendian. (Copolla et al.,
2009).
III.
Gen target untuk terapi gen Friedreich
‘s ataxia
FA merupakan penyakit kelainan
neurodegeneratif autosomal resesif yang disebabkan oleh mutasi penambahan sekuen
berulang GAA homozigot dalam intron 1
gen penyandi frataxin (Fxn). Individu normal mempunyai sekuen berulang GAA
sebanyak 5-30 kali, sehingga menyebabkan individu memiliki sekitar 70 hingga lebih dari 1000 triplet GAA.
Mutasi penambahan GAA berpengaruh pada pengurangan ekspresi frataxin dalam
jumlah besar. Frataxin merupakan protein pada mitokondria yang berinteraksi
dengan subunit kompleks suksinat dehidrogenase dan berfungsi sebagai koenzim besi-sulfur,
biosintesis heme, dan detoksikan besi (Gordon, 2000).
Penambahan sekuen berulang GAA berpengaruh
terhadap struktur triplet abnormal yang terlibat dalam transkripsi gen Fxn,
sehingga terjadi pembentukan kompleks DNA yang menghambat pelekatan faktor
transkripsi pada promoter gen frataxin. Pengulangan sekuen GAA juga menyebabkan
gen yang dimediasi heterokromatin menjadi tidak terekspresi (Grant et al., 2006).
Strategi terapeutik FA melalui pendekatan
berbagai gen target bertujuan untuk meningkatkan ekspresi gen Fxn. Dalam keadaan homozigot, genotipe Fxn-/Fxn-menyebabkan
kematian pada embrio. Pendekatan target gen yang berbeda adalah dengan
mengintroduksikan mutasi berulang GAA pada lokus Fxn. Strategi ini menunjukkan
bahwa daerah intron 1 gen Fxn normal tidak mengandung sekuen berulang GAA.
Sekuen berulang 230-GAA pada intron 1 Fxn menghasilkan triplet berulang yang
stabil pada hewan model, walaupun menyebabkan menurunnya produksi frataxin (Li et al., 2008).
Transgen Fxn pada genom manusia yang
mengandung penambahan GAA berulang yang berada pada posisi intron yang sesuai
akan menyebabkan ketidakstabilan pengulangan GAA dan mengurangi ekspresi
frataxin pada hewan model. Transgen Fxn dengan vektor YAC mampu menyembuhkan
embrio hewan model yang kekurangan Frataxin. Hal ini menunjukkan vektor
mengandung elemen regulator yang berperan penting untuk memacu ekspresi
Frataxin pada hewan model. Penelitian awal mengenai pengaruh penambahan
pengulangan GAA pada mencit yang menderita FA melalui persilangan antara mencit
transgenik YAC FXN dengan mencit knockout
Fxn heterozygot. Keturunan yang dihasilkan mengekspresikan penurunan frataxin (Fxn
heterozigot) dan kematian embrio mencit Fxn homozigot (Auchere et al., 2008).
Pada penelitian Al-Mahdawi et al., (2006) pengaruh ekspresi
frataxin pada FA diamati menggunakan mencit transgenik yang mengandung insersi
FXN manusia dengan pengulangan GAA sekitar 190 (YG22) dan 190+90 (YG8). Untuk
membedakan viabilitas tiap transgen FXN GAA, disilangkan tikus YG22 maupun YG8
(FXN+, Fxn+/ +) dengan mencit knockout Fxn heterozigot (Fxn+/-). Mencit dengan fenotip
FXN+ yang merupakan keturunan dari Fxn+/- yang
disilangkan dengan mencit Fxn+/- menghasilkan mencit FXN+
dengan genotipe Fxn-/- yang selamat. Perbandingan mendel dari mencit
yang selamat terhadap semua jumlah keturunan mencit yang dihasilkan dari
persilangan YG22 maupun YG8, mengindikasikan frataxin fungsional berasal dari
transgen yang mengandung pengulangan GAA. Mencit yang selamat hasil transgenik
menunjukkan masa hidup yang normal dengan umur hingga mencapai 2 tahun.
Pada umumnya penderita FA mempunyai
genotipe homozigot untuk mutasi pengulangan sekuen GAA diantara gen Fxn yang
menyebabkan menurunnya tingkat frataxin. Sehingga memacu terjadinya stres
oksidatif, deposisi zat besi, neurodegenerasi pada neuron sensori besar dari
DRG (dorsal root ganglia), dan
hipertropi cardiomiopatik. Melalui penggunaan mencit model dengan dua line yang
mengekspresikan frataxin hanya dari penambahan pengulangan GAA yang mengandung
transgen FXN, menunjukkan bahwa terdapat pola instabilitas somatik pengulangan
GAA dalam mencit transgenik YG22 dan YG8 yang menggambarkan dinamika pengulangan GAA pada
pasien FA.
Pada mencit YG22
atau YG8 yang selamat, terdapat overekspresi frataxin manusia. Mencit yang selamat, baik dari YG22 maupun YG8
mengekspresikan tingkat mRNA dan protein frataxin manusia yang lebih rendah
pada semua jaringan dibandingkan dengan mencit wild-type (WT). Mencit YG8 yang selamat menunjukkan mRNA frataxin
dan ekspresi protein yang lebih rendah, dengan jumlah oksidasi protein yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mencit YG22. Hal ini menunjukkan penambahan
pengulangan 90 GAA dalam line YG8 bertanggung jawab untuk menghasilkan fenotip
frataxin yang rendah.
Mutasi penambahan
GAA yang menurunkan ekspresi tingkat frataxin mencit WT sebesar 25-36% tidak menunjukkan fenotip patologis. Tingkat
frataxin mencit sama dengan tingkat frataxin pada manusia yang didapatkan dari sampel
jantung. Namun karena terdapat perbedaan komposisi asam amino, ekspresi
frataxin manusia mungkin tidak mencapai 100% pada frataxin mencit transgenik. Sehingga
jumlah frataxin yang dihasilkan mungkin tidak memberikan fenotipe sehat (mencit
menderita FA).
Pada neuron dan jantung mencit model yang
mengandung frataxin manusia mengindikasikan tidak terdapat stres oksidatif yang
nyata, sedangkan pada organ hati dan pankreas mencit model terjadi stres
oksidatif yang berbeda nyata. Adanya perbedaan derajat stres oksidatif ini mungkin
berkaitan dengan terbentuknya residu frataxin pada pankreas dan hati mencit
model, namun tidak terjadi pada neuron dan jantung. Mencit model dalam
penelitian ini menunjukkan adanya gangguan pada rantai respirasi mitokondria
(MRC) sehingga menghasilkan radikal bebas yang bersifat toksik. Pada saat
terjadi penurunan frataxin dalam jumlah besar, maka terjadi pula penurunan
CuZnSOD dan MnSOD. Hal ini menyebabkan jaringan rentan terhadap stres oksidatif
yang ringan.
Dengan mengetahui adanya sekuen berulang GAA
pada FA yang tidak stabil dan memacu terjadinya penurunan Frataxin, menjadi
pendorong adanya ide untuk terapi FA dengan meningkatkan frataxin. Fakta bahwa
mencit model FA dihasilkan dari introduksi mutasi pengulangan GAA dapat
digunakan sebagai strategi terapeutik baru dengan cara memodifikasi sekuen gen
frataxin melalui delesi triplet GAA tersebut. Selain itu untuk lebih meningkatkan
ekspresi frataxin dapat dilakukan dengan cara menambah agensia chelator besi dan antioksidan yang ditargetkan
pada mitokondria, antara lain hemin, asam butirat, dan cisplatin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahdawi,
S., Pinto, R.M., Vashney, D., Lawrence, L., Lowrie, M.B.,
Hughes, S., Webster, Z., Cooper, J.M., King, R., and Pook, M.A. 2006. GAA
repeat expansion mutation mouse models of Friedreich ataxia exhibit stress
leading to progressive neuronal and cardiac pathology. Genomics, Elsevier. Vol.88
: 580-590.
Auchere,
F., Santos, R., Planamente, S., Lesuisse, E., and Camadro, J. 2008.
Glutathione-dependent redox status of
frataxin –deficient cells in a yeast model of Friedreich’s ataxia. Human Molecular Genetics. Vol.17(18) : 2790-2802.
Coppola, G., Marmolino, D., Lu, D.,
Wang, Q., Cnop, M., Rai, M., Acquaviva., Cocozza, S., Pandolfo, M., and
Geschwind, D. H. 2009. Functional genomic analysis of frataxin deficiency
reveals tissue-specific alterations and identifies the PPARγ pathway as a
therapeutic target in Friedreich’s ataxia. Human
Molecular Genetics. Vol. 18 (13)
: 2452-2461.
Gordon,
N. 2000. Friedreich’s ataxia and iron metabolism. Brain & Development, Elsevier.
Vol. 22 : 465-468
Grant, L., Sun, J., Xu, H.,
Subramony, S.H., Chaires, J.B., and Hebert, M. D. 2006. Rational selection of
small molecules that increase transcription through the GAA repeats found in
Friedreich’s ataxia. FEBS Letters. 580 : 5399-5405.
Li, K.,
Besse, E.K., Ha, D., Kovtunovych, G., and Rouault, T.A. 2008. Iron-dependent
regulation of frataxin expression : implications for treatment of Friedreich’s
ataxia. Human Molecular Genetics. 17(15) : 2265-2273.
Rotig,
A., Sidi, D., Munnich, A., and Rustin, P. 2002. Molecular insights into
Friedreich’s ataxia and antioksidan-based therapies. TRENDS in Molecular Medicine. Vol. 8 (5) : 221-224.
No comments:
Post a Comment