Monday, 3 August 2015

Terapi Friedreich‘s Ataxia



I.                   PENDAHULUAN

Teknologi terapi gen merupakan salah satu metode untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan cara memodifikasi materi genetik suatu sel hidup. Terapi gen melibatkan penghilangan atau penggantian gen yang menyebabkan suatu penyakit melalui insersi gen fungsional atau molekul lain kedalam sel untuk mencapai efek terapeutik. Gen yang dimasukkan berupa transgen (sekuen gen termodifikasi), dapat dikatakan sebagai suatu obat. Tujuan terapi gen adalah mengeliminasi penyakit klinis (somatik) atau gen yang disisipkan menjadikan penyakit pada parental tidak ditularkan pada keturunannya (gametik) (Gordon, 2000).
Penelitian mengenai terapi gen berbagai penyakit berkembang pesat, namun dalam aplikasinya masih belum mencapai hasil yang signifikan. Beberapa kendala dalam aplikasi terapi gen antara lain proses penyisipan gen ke sel target yang tidak efisien. Gen target yang disisipkan harus spesifik, nontoksik, nonimmunogenik, stabil, dapat berintegrasi dengan sel target, dan terekspresi secara efisien (Li et al., 2008).
Salah satu penyakit neurodegeneratif yang banyak diteliti mengenai pengembangan strategi terapeutiknya melalui teknologi terapi gen adalah Friedreich ‘s Ataxia (FA). FA merupakan kelainan degeneratif pada cerebellum secara terus menerus yang mengakibatkan  menurunnya refleks tendon internal dan persendian. Penyakit ini disebabkan oleh rendahnya kadar frataxin yang berdampak pada disfungsi mitokondria sel. Pada penyakit FA, 70% penderita mengalami hipertropi cardiomiopati, sehingga angka kematian cukup tinggi. Selain itu 10% penderita FA menderita diabetes melitus dan 20% pasien menderita karbohidrat intolerance (Rotig et al., 2002).
Beberapa penelitian mengenai terapi gen untuk penyembuhan FA telah banyak dilakukan. Penelitian terhadap gen-gen yang bertanggung jawab terhadap defisiensi frataxin dan jalur metabolisme yang terlibat, dilakukan dengan menggunakan hewan model (transgenik maupun knock out mice). Dalam artikel ini, akan dipaparkan mengenai penelitian pada aras genetik yang mengarah pada identifikasi gen target untuk terapi gen dalam penyembuhan FA.


II.                 Karakteristik Friedreich‘s ataxia

FA merupakan kelainan gen autosomal yang bersifat resesif dengan frekuensi penderita 1/50.000 dari bayi yang lahir. Kelainan terjadi pada gen yang terdapat pada kromosom 9q13. Gen ini berperan untuk mengkode protein Frataxin, terdiri dari 210 asam amino. Mutasi yang bertanggung jawab pada terjadinya penyakit ini (98%) berupa pengulangan sekuen GAA pada intron pertama gen Frataxin, sehingga terjadi transkripsi yang mengubah pasangan basa dan hilangnya ekspresi Frataxin (Grant et al., 2006). 
Frataxin berperan penting dalam metabolisme zat besi di dalam sel. Protein ini melindungi fosforilasi oksidatif dengan cara menginduksi pertahanan antioksidan mitokondria, mengontrol sintesis komponen signal jalur superoksida dismutase (SOD), dan menjaga kandungan besi bebas dalam matriks mitokondri. Pada sel dengan kadar frataxin rendah, terjadi gangguan fosforilasi oksidatif karena terputusnya rantai respirasi mitokondria. Proses ini terjadi melalui suplementasi besi bebas  yang mengakibatkan kegagalan induksi signal SOD dan kerusakan oksidatif di dalam mitokondria sel pasien FA. Kenaikan konsentrasi zat besi di dalam mitokondria mencapai 10 kali konsentrasi zat besi sitosolik, sebab hampir semua zat besi yang masuk ke dalam sel terpusat di dalam mitokondria (Rotig et al., 2002). 


Defisiensi frataxin menyebabkan perubahan beberapa jalur metabolisme dalam berbagai jaringan. Keterlibatan jalur peroksisom proliferator aktivator reseptor gamma (PPARγ) atau PPARγ koaktivator 1 alpha (Pgc1a) pada beberapa sel berperan sebagai regulator  patogenesis FA, salah satunya meningkatkan resiko diabetes. Resistensi insulin terjadi pada semua pasien FA yang non-diabetik. Jumlah  pengulangan sekuen GAA pada gen penyandi frataxin, yang mempengaruhi tingkat frataxin yang rendah berkorelasi dengan derajat resistensi pasien FA terhadap insulin  dan rendahnya produksi ATP pada tendon otot dan persendian. (Copolla et al., 2009).
 
III.        Gen target untuk terapi gen Friedreich ‘s ataxia

FA merupakan penyakit kelainan neurodegeneratif autosomal resesif yang disebabkan oleh mutasi penambahan sekuen berulang  GAA homozigot dalam intron 1 gen penyandi frataxin (Fxn). Individu normal mempunyai sekuen berulang GAA sebanyak 5-30 kali, sehingga menyebabkan individu memiliki  sekitar 70 hingga lebih dari 1000 triplet GAA. Mutasi penambahan GAA berpengaruh pada pengurangan ekspresi frataxin dalam jumlah besar. Frataxin merupakan protein pada mitokondria yang berinteraksi dengan subunit kompleks suksinat dehidrogenase dan berfungsi sebagai koenzim besi-sulfur, biosintesis heme, dan detoksikan besi (Gordon, 2000).
Penambahan sekuen berulang GAA berpengaruh terhadap struktur triplet abnormal yang terlibat dalam transkripsi gen Fxn, sehingga terjadi pembentukan kompleks DNA yang menghambat pelekatan faktor transkripsi pada promoter gen frataxin. Pengulangan sekuen GAA juga menyebabkan gen yang dimediasi heterokromatin menjadi tidak terekspresi (Grant et al., 2006).
Strategi terapeutik FA melalui pendekatan berbagai gen target bertujuan untuk meningkatkan ekspresi gen Fxn.  Dalam keadaan homozigot, genotipe  Fxn-/Fxn-menyebabkan kematian pada embrio. Pendekatan target gen yang berbeda adalah dengan mengintroduksikan mutasi berulang GAA pada lokus Fxn. Strategi ini menunjukkan bahwa daerah intron 1 gen Fxn normal tidak mengandung sekuen berulang GAA. Sekuen berulang 230-GAA pada intron 1 Fxn menghasilkan triplet berulang yang stabil pada hewan model, walaupun menyebabkan menurunnya produksi frataxin (Li et al., 2008).
Transgen Fxn pada genom manusia yang mengandung penambahan GAA berulang yang berada pada posisi intron yang sesuai akan menyebabkan ketidakstabilan pengulangan GAA dan mengurangi ekspresi frataxin pada hewan model. Transgen Fxn dengan vektor YAC mampu menyembuhkan embrio hewan model yang kekurangan Frataxin. Hal ini menunjukkan vektor mengandung elemen regulator yang berperan penting untuk memacu ekspresi Frataxin pada hewan model. Penelitian awal mengenai pengaruh penambahan pengulangan GAA pada mencit yang menderita FA melalui persilangan antara mencit transgenik YAC FXN dengan mencit knockout Fxn heterozygot. Keturunan yang dihasilkan mengekspresikan penurunan frataxin (Fxn heterozigot) dan kematian embrio mencit Fxn homozigot (Auchere et al., 2008).
Pada penelitian Al-Mahdawi et al., (2006) pengaruh ekspresi frataxin pada FA diamati menggunakan mencit transgenik yang mengandung insersi FXN manusia dengan pengulangan GAA sekitar 190 (YG22) dan 190+90 (YG8). Untuk membedakan viabilitas tiap transgen FXN GAA, disilangkan tikus YG22 maupun YG8 (FXN+, Fxn+/ +) dengan mencit knockout Fxn heterozigot (Fxn+/-). Mencit dengan fenotip FXN+ yang merupakan keturunan dari Fxn+/- yang disilangkan dengan mencit Fxn+/- menghasilkan mencit FXN+ dengan genotipe Fxn-/- yang selamat. Perbandingan mendel dari mencit yang selamat terhadap semua jumlah keturunan mencit yang dihasilkan dari persilangan YG22 maupun YG8, mengindikasikan frataxin fungsional berasal dari transgen yang mengandung pengulangan GAA. Mencit yang selamat hasil transgenik menunjukkan masa hidup yang normal dengan umur hingga mencapai 2 tahun.
Pada umumnya penderita FA mempunyai genotipe homozigot untuk mutasi pengulangan sekuen GAA diantara gen Fxn yang menyebabkan menurunnya tingkat frataxin. Sehingga memacu terjadinya stres oksidatif, deposisi zat besi, neurodegenerasi pada neuron sensori besar dari DRG (dorsal root ganglia), dan hipertropi cardiomiopatik. Melalui penggunaan mencit model dengan dua line yang mengekspresikan frataxin hanya dari penambahan pengulangan GAA yang mengandung transgen FXN, menunjukkan bahwa terdapat pola instabilitas somatik pengulangan GAA dalam mencit transgenik YG22 dan YG8 yang  menggambarkan dinamika pengulangan GAA pada pasien FA.
Pada mencit YG22 atau YG8 yang selamat, terdapat overekspresi frataxin manusia.  Mencit yang selamat, baik dari YG22 maupun YG8 mengekspresikan tingkat mRNA dan protein frataxin manusia yang lebih rendah pada semua jaringan dibandingkan dengan mencit wild-type (WT). Mencit YG8 yang selamat menunjukkan mRNA frataxin dan ekspresi protein yang lebih rendah, dengan jumlah oksidasi protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit YG22. Hal ini menunjukkan penambahan pengulangan 90 GAA dalam line YG8 bertanggung jawab untuk menghasilkan fenotip frataxin yang rendah.
Mutasi penambahan GAA yang menurunkan ekspresi tingkat frataxin mencit WT sebesar 25-36%  tidak menunjukkan fenotip patologis. Tingkat frataxin mencit sama dengan tingkat frataxin pada manusia yang didapatkan dari sampel jantung. Namun karena terdapat perbedaan komposisi asam amino, ekspresi frataxin manusia mungkin tidak mencapai 100% pada frataxin mencit transgenik. Sehingga jumlah frataxin yang dihasilkan mungkin tidak memberikan fenotipe sehat (mencit menderita FA).
Pada neuron dan jantung mencit model yang mengandung frataxin manusia mengindikasikan tidak terdapat stres oksidatif yang nyata, sedangkan pada organ hati dan pankreas mencit model terjadi stres oksidatif yang berbeda nyata. Adanya perbedaan derajat stres oksidatif ini mungkin berkaitan dengan terbentuknya residu frataxin pada pankreas dan hati mencit model, namun tidak terjadi pada neuron dan jantung. Mencit model dalam penelitian ini menunjukkan adanya gangguan pada rantai respirasi mitokondria (MRC) sehingga menghasilkan radikal bebas yang bersifat toksik. Pada saat terjadi penurunan frataxin dalam jumlah besar, maka terjadi pula penurunan CuZnSOD dan MnSOD. Hal ini menyebabkan jaringan rentan terhadap stres oksidatif yang ringan.
 Dengan mengetahui adanya sekuen berulang GAA pada FA yang tidak stabil dan memacu terjadinya penurunan Frataxin, menjadi pendorong adanya ide untuk terapi FA dengan meningkatkan frataxin. Fakta bahwa mencit model FA dihasilkan dari introduksi mutasi pengulangan GAA dapat digunakan sebagai strategi terapeutik baru dengan cara memodifikasi sekuen gen frataxin melalui delesi triplet GAA tersebut. Selain itu untuk lebih meningkatkan ekspresi frataxin dapat dilakukan dengan cara menambah agensia chelator besi dan antioksidan yang ditargetkan pada mitokondria, antara lain hemin, asam butirat, dan cisplatin. 

DAFTAR  PUSTAKA

Al-Mahdawi, S.,  Pinto,  R.M., Vashney, D., Lawrence, L., Lowrie, M.B., Hughes, S., Webster, Z., Cooper, J.M., King, R., and Pook, M.A. 2006. GAA repeat expansion mutation mouse models of Friedreich ataxia exhibit stress leading to progressive neuronal and cardiac pathology. Genomics, Elsevier. Vol.88 : 580-590. 
Auchere, F., Santos, R., Planamente, S., Lesuisse, E., and Camadro, J. 2008. Glutathione-dependent redox  status of frataxin –deficient cells in a yeast model of Friedreich’s ataxia. Human Molecular Genetics. Vol.17(18) : 2790-2802.
Coppola, G., Marmolino, D., Lu, D., Wang, Q., Cnop, M., Rai, M., Acquaviva., Cocozza, S., Pandolfo, M., and Geschwind, D. H. 2009. Functional genomic analysis of frataxin deficiency reveals tissue-specific alterations and identifies the PPARγ pathway as a therapeutic target in Friedreich’s ataxia. Human Molecular Genetics. Vol. 18 (13) : 2452-2461.
Gordon, N. 2000. Friedreich’s ataxia and iron metabolism. Brain & Development, Elsevier.  Vol. 22 : 465-468
Grant, L., Sun, J., Xu, H., Subramony, S.H., Chaires, J.B., and Hebert, M. D. 2006. Rational selection of small molecules that increase transcription through the GAA repeats found in Friedreich’s ataxia. FEBS Letters. 580 : 5399-5405.
Li, K., Besse, E.K., Ha, D., Kovtunovych, G., and Rouault, T.A. 2008. Iron-dependent regulation of frataxin expression : implications for treatment of Friedreich’s ataxia. Human Molecular Genetics. 17(15) : 2265-2273.
Rotig, A., Sidi, D., Munnich, A., and Rustin, P. 2002. Molecular insights into Friedreich’s ataxia and antioksidan-based therapies. TRENDS in Molecular Medicine. Vol. 8 (5) : 221-224.

No comments:

Post a Comment