Friday 3 May 2013

Nematoda Patogen Serangga


Anggota Filum Nematoda merupakan cacing berbentuk gilig, tidak berwarna, tidak bersegmen, dan tidak memiliki alat gerak. Nematoda hidup bebas (sebagai predator) ataupun bersimbiosis dengan spesies  yang lain. Beberapa spesies Nematoda merupakan parasit yang menyebabkan berbagai penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia (Gaugler, 2005).
Terdapat beberapa spesies Nematoda yang berasosiasi dengan serangga, yaitu Nematoda yang termasuk dalam kelas Secernentea. Anggota kelas ini adalah ordo Rhabditida, yaitu anggota famili Steinernematidae  dan Heterorhabditidae (Lacey et al., 2001). Nematoda yang termasuk dalam kedua famili tersebut menduduki posisi sebagai patogen dan parasit. Nematoda ini mampu melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga inang, hidup bersama, dan mengambil sari-sari makanan serangga inang. Sebagai bagian dari siklus hidupnya, Nematoda ini bersimbiosis dengan bakteri yang hidup dalam intestinumnya dan mampu menghasilkan eksotoksin untuk membunuh serangga.  Oleh sebab itu cacing ini disebut sebagai Nematoda Patogen Serangga (Ben-Yakir et al., 1998).
 Nematoda anggota famili Steinernematidae memiliki asosiasi phoretic dengan bakteri patogen serangga  Xenorhabdus spp., sedangkan anggota famili Heterorhabditidae berasosiasi phoretic pula dengan bakteri Photorhabdus spp. Kedua bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Asosiasi yang dibentuk antara NPS dan bakteri simbionnya bersifat simbiosis mutualistik. Bakteri simbion berperan penting dalam siklus hidup Nematoda pada tubuh serangga inang. Selain mensekresikan eksotoksin, bakteri simbion juga  mensekresikan protein antiimun untuk membantu Nematoda menghadapi respon imun inang. Selain itu bakteri simbion juga mensekresikan antiprotein dan antimikrobia untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder oleh mikrobia lain. Bakteri simbion NPS merupakan parasit obligat dalam intestinum NPS yang bergantung pada kemampuan NPS untuk penetrasi ke serangga inang (Gaugler, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Tanada dan Kaya (1993), juvenil infektif NPS yang tidak berasosiasi dengan bakteri simbion dalam intestinumnya mampu membunuh serangga inang, namun tidak mampu bereproduksi.
NPS yang berhasil mencapai dinding intestinum, bergerak menuju hemocoel dan melepaskan bakteri simbion yang segera berproliferasi dengan cepat di dalam hemolimfe dan mensekresikan eksotoksin yang mampu menghancurkan jaringan tubuh serangga. Pola infeksi bakteri simbion ini disebut sebagai toxocemia dan septicemia yang menyebabkan kematian serangga inang dalam waktu 24-72 jam (Tanada dan Kaya, 1993 ; Aydin dan Susurluk, 2005). Serangga yang mati akibat infeksi NPS tubuhnya dicirikan dengan warna coklat (infeksi Steinernematidae) atau merah (infeksi Heterorhabditidae), creamy, namun tidak berbau busuk (Smart, 1995).
Bakteri simbion berada pada bagian anterior dari intestinum larva Nematoda stadium III yang bermodifikasi menjadi bilik bakteri. Larva stadium III merupakan stadium infektif dari NPS, sehingga sering disebut dengan juvenil infektif. Juvenil infektif panjangnya berkisar antara 0,4-1,1 mm (Smart, 1995 ; Gaugler, 2005).
Juvenil infektif mampu melakukan penetrasi ke tubuh serangga inang melalui mulut, spirakulum, dan anus. Juvenil infektif dalam tubuh serangga akan berkembang menjadi juvenil infektif yang aktif memakan bakteri dan produk metabolit bakteri. Juvenil infektif akan mengalami molting dan berkembang menjadi larva stadium IV, yang selanjutnya berkembang menjadi cacing dewasa. NPS betina dewasa yang telah kawin akan menghasilkan telur, yang kemudian menetas menjadi larva stadium I, II, dan III, kemudian berhenti makan. Larva stadium III akan keluar dari tubuh inang yang sudah mati, menuju tempat-tempat lembab dan mencari inang yang baru. Di dalam tubuh beberapa spesies serangga tertentu, NPS dalam tubuh inang membentuk 2-3 generasi sebelum melepaskan juvenil infektif ke luar tubuh inang (Aydin dan Susurluk, 2005).
Durasi siklus mulai dari penetrasi juvenil infektif hingga ke luar dari tubuh inang dipengaruhi oleh suhu yang bervariasi pada setiap spesies maupun strain NPS. Rerata waktu yang diperlukan untuk setiap siklus generasi NPS dalam tubuh serangga adalah 7-10 hari, dengan suhu optimum 25oC. Pada skala laboratorium, juvenil infektif bergerak keluar tubuh inang setelah 8-14 hari infeksi awal (Tanada dan Kaya, 1993).
Pertumbuhan NPS dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, tekstur tanah, asosiasi dengan tanaman, intensitas cahaya, dan frekuensi irigasi. Suhu tinggi (diatas 30oC), desikasi, dan sinar UV dapat dengan cepat menginaktivasi NPS. Tekstur tanah yang sesuai untuk pertumbuhan NPS adalah tanah berpasir dan berlumpur (remah), berwarna coklat muda, coklat tua, atau coklat kehitaman. Selain itu pertumbuhan optimum NPS juga dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada pH 7.  Kemelimpahan NPS pada suatu area dipengaruhi oleh asosiasi dengan spesies tumbuhan tertentu, antara lain jagung, jeruk, stroberi, apel, dan berbagai jenis rumput (Mracek et al., 1999 ; Ahmad dan Hussain, 2002). Irigasi yang teratur dapat mendukung pertumbuhan optimum NPS, sebab irigasi berguna untuk mempertahankan kelembaban tanah dan lapisan air dalam partikel tanah (Gaugler, 2005 ; Nardozzo, 2005).